Senin, 03 Oktober 2011

Sahabat....



Bismillahirrahmanirrahim...

“Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumsalam.”
“Andi, besok bisa kan ngajarin aku kimia?”
“Oh, pasti dong. Insya Allah besok jam 4 sore aku ke rumahmu.”
“Oke kalau gitu. Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumsalam.”
Percakapan mereka pun terputus di telepon. Dengan senyum yang masih mengembang, Andi mengembalikan gagang telepon ke tempatnya semula. Dia senang bisa bermanfaat bagi orang lain. terutama bagi sahabatnya, Rendi. Sejak dulu dia memang senang membantu orang lain. Dan esok hari dia akan mencoba untuk membantu meringankan tugas Rendi.
~~~~~~~~
Esok harinya, Rendi menemui Andi ke sekolahnya.
“Andi, kayaknya nanti sore gak usah ngajarin kimia lagi nih. Maaf ya.”
“Oh, iya gak apa – apa kok. Tugasnya sudah selesai ya?”
“Ya belum selesai sih. Tapi gampang kok. Nanti datang pagi aja. Ngerjain tugasnya sebelum masuk kelas. Tinggal nyalin tugas temen yang lain.”
“Lho, itu namanya nyontek. Mending dikerjain sendiri aja. Kan sekalian biar ngerti. Nanti aku bantuin kok.”
“Gak usah. Nanti sore juga ada acara juga. Jadi gak bisa ngerjain.”
“Oh, lagi sibuk ya. Memang ada apa?”
“Diajak balapan sama temen di jalan Merdeka. Lumayan tuh buat refreshing bentar.”
“Astaghfirullah, daripada gitu kan lebih baik belajar aja. Kan kalau balapan gitu juga resikonya tinggi. Mana kalau ada polisi juga bisa ditangkap juga.”
“Ah, udah tenang aja. Aku bisa jaga diri kok.”
“Tapi kan balapan di sana itu malah salah juga.”
“Iya. Tapi gak apa – apa kok.”
Tidak lama kemudian teman Rendi datang untuk menjemput Rendi.
“Ren, ayo berangkat. Anak – anak udah siap tuh. Tinggal cabut aja.”
“Eh, jangan ikut – ikut kayak gitu. Itu kan mengganggu ketenangan umum juga. Nanti kalau ada polisi gemana?”
“Ah, tenang aja. Sekalian nanti kita balapan sama polisinya kalau gitu. kan lebih rame. Iya kan Ren?”
“Iya. Kayaknya memang lebih menantang balapan sama polisinya tuh.”
“Tapi kan itu gak baik. Kalau kecelakaan gemana?”
“Udah deh tenang aja. Lagian kamu ngapain sih sewot banget. Kalau memang temennya Rendi, harusnya bisa dukung keputusannya Rendi dong. Jangan malah sewot gitu. Iya kan Ren?”
“Iya. Lagian kan aku juga ingin balapan.”
“Tapi kan gak harus gitu juga.”
“Udah gak usah pake lama. Ayo Ren, naik. Kita langsung ke sana.”
Akhirnya Rendi pun pergi meninggalkan Andi sendirian. Karena merasa khawatir kepada Rendi, Andi pun berusaha mengejar Rendi ke tempat balapan.
~~~~~
Di tempat balapan, Rendi segera meminjam motor temannya itu. Di sana sudah ada beberapa orang yang juga berniat mengikuti balapan liar dadakan. Motor – motor yang digunakan juga sudah dimodifikasi sedemikian hingga diharapkan bisa mencapai kecepatan tinggi. Suara gaduh knalpot motor pun bertebaran mengusik ketenangan di sana.
Di sana ada juga orang yang bertugas untuk mengatur lalu lintas. Jadi jalan Merdeka itu kosong dari kendaraan umum. Dan para peserta pun tampak puas dengan jalan yang sudah dikondisikan seperti itu. Mereka tinggal fokus bagaimana cara memacu motor dengan kecepatan tinggi untuk mencapai garis finish.
Kini semua peserta sudah ada di garis start. Rendi cukup yakin akan meraih kemenangan. Motor yang digunakannya termasuk motor dengan modifikasi terbaik. Ditambah dengan pengalamannya, dia semakin optimis bisa mencapai garis finish lebih dulu. Tangannya kini sudah menggenggam dengan erat. Matanya fokus ke depan ke arah garis finish. Dia siap menunggu start yang akan memulai balapan. Telinganya berusaha menangkap suara yang akan menjadi pertanda balapan dimulai.
Tepat ketika balapan tersebut akan dimulai, tiba -  tiba ada yang berteriak – teriak.
“Polisi..!!!! Polisi...!!!!”
Terang saja teriakan itu membuat semua orang di sana panik. Konsentrasi Rendi pun hilang seketika. Entah siapa yang tiba – tiba meloncat duduk di belakangnya, dia pun tidak peduli. Seketika itu juga dia langsung memacu motornya untuk berusaha menghindari polisi. Entah ke arah mana dia melaju, Rendi tidak peduli. Yang penting baginya dia bisa lepas dari polisi. Dia pun memacu motornya secepat mungkin.
Entah karena panik atau karena apa, dalam kecepatan tinggi itu Rendi melakukan kesalahan. Ketika akan menaikkan gigi, dia justru menurunkannya. Secara otomatis mesin motor pun tidak bisa menerima. Motor pun oleng seketika, namun Rendi berhasil menahannya agar tidak jatuh. Akan tetapi mesin motor tersebut menjadi mati. Rendi pun semakin panik. Akhirnya dia tinggal motornya itu dan berlari. Orang yang tadi dibonceng Rendi pun tidak kalah panik. Kini dia juga berlari.
Tiba – tiba ada orang yang berteriak.
“Rendi..!!! ayo cepat ke sini!”
Rendi melihat Andi ada di dekatnya. Tanpa pikir panjang, Rendi pun segera berlari ke arah Andi dan segera meloncat ke belakang Andi.
“Ini ganti helm dengan ini. Yang kamu pakai itu lempar aja.”
Tanpa pikir panjang Rendi segera mengganti helm yang ia kenakan dengan helm yang dibawa Andi. Dan Andi pun tidak terburu – buru membawa motornya. Ia dengan santainya mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Terang saja itu membuat Rendi bingung sekaligus panik. Tak lama kemudian ada polisi yang segera mendatangi mereka berdua. Rendi tampak agak panik, namun Andi tenang – tenang saja.
“Kalian jangan kabur. Ayo menepi sana.”
Andi pun segera menepikan motornya. Rendi semakin panik. Polisi itu pun berhenti pula.
“Ayo kalian berdua ikut ke kantor polisi sekarang.”
“Maaf Pak, kami tidak ikut – ikut balapan itu.”
“Jangan bohong kamu...!!!”
“Mana mungkin kami bisa ikut balapan liar itu dengan motor standar kayak gini. Diajak ngebut sedikit juga sudah panas mesinnya Pak.”
“Iya juga sih. Tapi itu teman kamu saja sampai seperti itu. Kalian pasti ikut balapan liar kan?”
“Oh, dia mungkin takut dikira ikut balapan liar. Tadi dia ngomong gitu ke saya. Tapi mana mungkin juga kami bisa ikut. Orang motor kami saja seperti ini.”
“Tapi surat – surat motor kalian ada tidak.”
“Ada Pak, lengkap. Ini SIM dan STNK motornya Pak.”
“Ya sudah. Kalau begitu kalian sekarang boleh pergi. Lain kali kalau ada balapan liar lagi, lebih baik cari jalan lain saja ya.”
“Baik Pak. Soalnya kami juga baru tahu kalau di sini ada balapan liar.”
“Saya kembali bertugas dulu. Selamat sore.”
“Sore Pak.”
Kemudian Andi pun segera beranjak pulang bersama Rendi. Tampak di sekitar mereka banyak orang yang ditangkap karena mengikuti balapan liar. Dalam hati Rendi bersyukur Andi ada di sana dan membantunya.
“Andi, terima kasih ya sudah menolong aku tadi.”
“Iya sama – sama.”
“Tapi kok kamu bisa ada di sini juga sih.”
“Kan, udah janji juga bakal ngajarin kimia sore ini ke Rendi.”
“Iya, tapi kan tadi udah aku batalin. Bahkan tadi juga udah berlaku gak enak ke kamu juga.”
“Seorang sahabat yang baik bukanlah orang yang selalu membenarkan perkataan sahabatnya itu, akan tetapi orang yang berkata benar pada sahabatnya. Dan sekalipun sahabatnya melakukan kesalahan, dia akan berusaha untuk membantu sahabatnya itu agar bisa kesalahan itu bisa diperbaiki.”
“Iya. Terima kasih ya.”
“Udah lah. Kan kita sahabat. Biasa aja deh.”
Senyum itu kembali terkembang di wajah Andi. Rendi menunduk malu. Dalam hati ia bersyukur memiliki sahabat sebaik Andi. Walau dia belum bisa jadi sahabat yang baik untuk Andi, tapi dia bersyukur memiliki sahabat yang sangat baik seperti Andi. Dia berjanji pada dirinya untuk bisa lebih menghargai sahabatnya itu.
~~~~~
*Untuk semua sahabatku dimanapun kalian berada. Terima kasih untuk apa yang telah diberikan. Maaf belum bisa menjadi sahabat yang baik untuk kalian. Tapi apa yang telah kalian lakukan sungguh berarti banyak. ^^