Jumat, 18 April 2014

Diversifiaksi Ilmu



Tiba-tiba teringat dalam sebuah perlombaan robot tingkat nasional, perilaku tiap tim yang mencerminkan pola pikir analisa tim tersebut.

Ketika sedang berlatih, kita sebut saja tim A, mencoba menjalankan robot yang mereka bawa. Ternyata gerakan yang dilakukan oleh robot tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Seketika itu juga mereka semua membuka laptop dan mengecek AI (Artificial Intelegent atau gampangnya mah otak buatan) robot tersebut barangkali ada program yang salah. Mereka menghabiskan waktu cukup lama untuk mencari program apa yang salah. Setelah itu terlihat dari raut wajah mereka suatu bahwa mereka tidak bisa menemukan apa yang salah dari program itu. Akhirnya salah satu dari mereka mencoba membuat ulang program yang baru dengan tujuan agar robot bergerak sesuai keinginan. Namun ternyata hasilnya nihil. RObot tetap tidak bergerak sesuai keinginan mereka. Raut putus asa pun terlihat jelas dari wajah mereka.

Masih dari tempat yang sama, ternyata ada tim lain juga yang robotnya tidak berjalan sesuai keinginan. Sebut saja tim ini tim B. Bedanya dengan tim A, seluruh tim B justru mengecek kabel dan perangkat-perangkat lain dalam robot tersebut. Mereka mencoba melepas satu per satu perangkat dan mengeceknya barangkali ada yang rusak. Setelah beberapa lama, robot tersebut juga masih belum bergerak sesuai keinginan. Padahal mereka sudah membongkar seluruh perangkat dan memasangnya kembali. Raut putus asa juga terpancar dari wajah mereka.

Satu hal yang tidak disangka, ternyata ada satu orang dari tim B yang mengenal orang dari tim A. Melihat temannya juga terlihat putus asa, dia menghampirinya sambil sedikit bercanda. Mereka memiliki masalah yang sama, dan sepertinya itu cukup mengurangi keputusasaan dari mereka berdua. Setelah mengoborol sebentar, seorang dari tim B tersebut masuk ke tempat tim A. Dia mengamati robot tim A. Setelah itu dia membongkar sedikit dari dari robot tim A kemudian memasangnya lagi. Setelah itu robot tim A bisa bergerak sesuai dengan harapan. Terlihat jelas raut keceriaan dari tim A. Setelah itu dia bersama seorang dari tim A setengah berlari menuju tempat tim B. Setelah mengobrol sebentar, orang dari tim A membuka laptop dan mengecek program dari tim B. Entah apa yang dia ketik dan dia lakukan, tapi hal itu berhasil membuat robot dari tim B juga berjalan sesuai keinginan. Suasana keceriaan juga terlihat di tim B kali ini.

"Pasti yang satu 'basic'-nya informatika, yang satu lagi elektro." celetuk salah seorang temanku. Ya, kemungkinan besar seperti itu. Tim A memiliki 'basic' Informatika dan tim B memiliki 'basic' Elektro. Itu pula yang menjadi batasan masing-masing tim. Lebih tepatnya, batasan dari pola pikir masing-masing tim.

Tim A, ketika robot mereka tidak bergerak sesuai keinginan, mereka semua langsung mengecek AI dari robot mereka. Tidak ada dari mereka yang mengecek perangkat dari robot mereka. Hingga akhirnya ketika mereka putus asa karena tidak dapat menemukan apa yang salah dari AI robot tersebut.

Begitu pula kejadiannya dengan tim B. Masing-masing tim terlalu fokus pada satu bidang saja. Padahal bisa jadi kesalahan terletak pada sudut pandang lain. Kemungkinan robot dari tim A ada kabel atau sedikit perangkat yang tidak tersambung dan pada robot tim B ada program yang yang belum terinstal. Tapi karena tertutup oleh bidang studi masing-masing, mereka tidak dapat melihat kesalahan secara meluas. Ini terjadi biasanya karena pada kehidupan sehari-hari tim A yang memiliki 'basic' Informatika selalu berhubungan dengan perangkat lunak. Sehingga ketika ada kejadian yang tidak sesuai dengan harapan, maka ketika ada kejadian seperti itu, pasti akan beranggapan ada program yang salah. Robot pasti tidak ada yang salah (pengalaman sebagai orang informatika). Hal ini juga sepertinya terjadi berkebalikan pada orang Elektro.

Tidak ada ilmu yang bisa berdiri sendiri. Mungkin itulah yang bisa menggambarkan kejadian tersebut. Setidaknya itulah yang terbayang dalam pikiran ini. Ketika kita memiliki 'basic' informatika, secara tidak langsung pola pikir kita pasti akan mengarah ke arah sana. Kebanyakan orang pasti berpikir bahwa mendalami ilmu sangatlah penting. Sehingga tidak sedikit orang yang mengambil spesifikasi dari bidang ilmu yang mereka pelajari untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki. Tapi ada hal lain yang tidak kalah penting. Diversifikasi ilmu juga tidak kalah penting. Ketika sudah banyak orang dengan spesifikasi tertentu, tetap butuh orang untuk menjembatani keahlian-keahlian tersebut agar dapat terintegrasi menjadi kesatuan yang padu. Ini mungkin yang kurang diperhatikan tapi tetap diperlukan. Seorang ahli komputer memiliki kemampuan yang terbatas pada bidang komputer tersebut. Tapi apabila bisa bekerja sama dengan seorang ahli kesehatan, dapat menciptakan program untuk mendiagnosa penyakit. Hal ini tentu bisa membantu seorang dokter juga. Tapi tetap perlu jembatan agar bidang-bidang ilmu bisa saling terintegrasi. Tentu ilmu dari kedua orang tersebut bisa lebih bermanfaat untuk kehidupan manusia. Lalu jika bidang ilmu yang diintegrasikan lebih banyak lagi, masalah yang lebih kompleks lagi bisa dipecahkan. Tapi sekali lagi diperlukan jembatan dari berbagai bidang ilmu tersebut untuk bisa berintegrasi.