Senin, 02 Januari 2012

Khoirunnas Anfa'uhum linnas

Add caption
Bismillahirrahmanirrahim....

Koper itu kini digenggamnya lagi. dengan langkah tegap ia berjalan menyusuri lorong bandara. Singapura, itulah tujuannya kini. setelah menyelesaikan beberapa masalah administrasi, kini ia bisa duduk dengan nyaman di kursinya dalam pesawat. berada di ruang VIP memang bisa membuatnya tenang dan kembali memikirkan tujuannya. menjadi lebih sukses dari orang lain dan menjadi lebih baik dari semuanya. itu ambisi pribadinya. dengan pakaian ber-jas mewah, sepatu bermerk dan berdasi, benar - benar mencerminkan seorang pengusaha. kini ia berharap orang yang duduk di sebelahnya nanti merupakan seorang pengusaha juga atau seorang yang jauh lebih baik darinya agar setidaknya ia bisa sedikit "mencuri" ilmu dan mengembangkan dirinya agar lebih baik lagi. sambil menunggu, ia kembali sibuk dengan Ipad nya sekedar untuk menjadwal kembali rencana kegiatannya di negeri seberang.

Tak lama kemudian ada seorang wanita tua duduk di sebelahnya. pakaiannya tampak lusuh dan udik. bahkan ia hanya memakai sendal jepit, padahal berada di kelas VIP. sejenak ia menyangka bahwa Ibu itu salah duduk. tetapi tidak ada pramugari yang menegurnya. itu artinya dia duduk di tempat yang benar. terbesit sebuah tanya bagaimana bisa seorang wanita tua yang sangat sederhana itu bisa berada di penerbangan VIP bersama dirinya. akhirnya karena didorong oleh rasa penasaran maka ia pun bertanya kepada wanita tersebut.

"Ibu, mau ke Singapura juga?"

wanita itu tampak terkejut. kemudian ia mengendalikan diri dan tersenyum.

"Iya Nak."
"Mau bekerja atau ... ?"
"Mau bertemu dengan anak saya di Singapura Nak. kebetulan Istrinya baru saja melahirkan anak kedua beberapa hari yang lalu. jadi saya ingin menengok juga."

sempat terbesit rasa penyesalan telah bertanya demikian. entah mengapa  ia berpikir bahwa Ibu itu seorang TKW. tapi sepertinya Ibu itu tidak terlalu memikirkannya dan tetap  tersenyum dengan pandangan menerawang ke depan.

"Oh begitu. Anak ibu bekerja sebagai apa di Singapura?"
"Katanya sih sebagai Permanent Resident gitu atau apa gitu istilahnya. yang jelas katanya dia sering gambar - gambar gedung gitu di sana."

sejenak dirinya merasa kagum dengan Ibu tersebut. walaupun dirinya terlihat berasal dari keadaan yang sangat sederhana, tapi anaknya bisa sukses dan berhasil di luar negeri. akhirnya ia jadi ingin lebih tahu lebih banyak lagi tentang anak - anaknya.

"Wah keren juga ya anak Ibu bisa jadi sukses seperti itu."
"Alhamdulillah Nak. Ibu juga senang anak - anak Ibu bisa pada berhasil semua."
"Memang anak Ibu yang lain sekarang dimana?"
"Anak Ibu yang ketiga sekarang udah jadi dokter syaraf gitu di Jakarta. terus yang keempat sekarang dapat beasiswa S2 di Belanda. katanya biar bisa jadi profesor atau apa gitu."

Kini dirinya semakin kagum pada Ibu tua tersebut. walau penampilan dan hidupnya sangat sederhana, tapi anak - anaknya sukses semua. tapi ada sesuatu yang mengganjalnya. dirinya jadi penasaran terhadap anak pertama Ibu tersebut.

"Terus anak pertama Ibu bagaimana?"
"Anak Ibu yang pertama cuma jadi petani aja di kampung. jadi dia yang menemani Ibu setiap hari."

terlihat mata Ibu tersebut sedikit berkaca - kaca. akan tetapi Ia tetap mengulum senyum di bibirnya. kini pandangannya sedikit tertunduk ke bawah.

"Maaf jika kata - kata  saya sedikit menyinggung Ibu. saya tahu bahwa anak Ibu yang pertama tidak bisa dibanggakan seperti anak Ibu yang lainnya. tapi anak Ibu yang lain semuanya luar biasa karena bisa sukses seperti itu."

"Tidak! justru sebaliknya. Ibu sangat bangga pada anak Ibu yang pertama. sangat - sangat bangga. sangat - sangat bangga..!!"

"Tapi bagaimana Ibu bisa bangga? bukankah anak Ibu yang pertama hanya menjadi petani biasa saja di kampung?"

"Justru itu Nak. sejak suami Ibu meninggal, anak pertama Ibu langsung putus sekolah dan menjadi petani. tapi dia tidak pernah memperbolehkan adik - adiknya untuk putus sekolah jgua seperti dirinya. bahkan dia selalu bekerja keras agar adik - adiknya semua bisa terus sekolah dan terus membiayai kebutuhan adik - adiknya. ketika adik - adiknya putus asa juga dia yang selalu mengirimi surat dan memotivasi adik - adiknya agar tidak menyerah dan terus berusaha. walaupun dia sendiri yang tidak pernah sampai sekolah tinggi seperti adiknya, tapi dia selalu ingin agar adiknya jadi lebih baik dari dirinya. bukan menjadi yang lebih dari adik - adiknya dan membiarkannya begitu saja. pokoknya Ibu sangat bangga pada anak Ibu yang pertama itu."

senyum lebar terlihat dari wajah Ibu tersebut. walau dari sinar matanya masih terdapat haru yang mendalam, tapi rasa kebanggaan itu tetap terpancar dari raut wajahnya.

sejenak kemudian pembicaraan itu terhenti. masing - masing dari mereka tenggelam dalam lamunannya sendiri. Kini pengusaha itu merenungi kembali ambisinya. dari awal ia hanya ingin agar bisa menjadi lebih dari orang lain. terus berharap agar orang lain jatuh sehingga dirinya bisa jadi lebih baik dari orang tersebut. bukan berharap untuk bisa membantu orang lain  dan mendorong orang lain agar bisa lebih daripada dirinya. bukan pula untuk berkorban banyak bagi orang lain. seseorang yang sangat sederhana sekalipun justru bisa memberikan manfaat yang sangat luar biasa untuk orang lain. entah mengapa dirinya kini merasa malu. malu karena belum berusaha untuk membantu orang lain secara maksimal. malu karena dirinya bahkan berada dalam keadaan yang jauh lebih baik.

kini dia pikirannya mulai terbang lagi ke arah lain. dia mulai melihat lagi jalan hidupnya yang telah ditempuh selama ini. adakah orang - orang yang telah berkorban banyak agar dirinya kini bisa berhasil? apakah dirinya pernah setidaknya berterima kasih kepadanya? atau sempat membalas jasanya?

entah mengapa kini pipinya basah. Ya, kini dirinya sedang menangis. merasa menyesal belum sempat membantu orang lain. tidak pernah memikirkan orang lain. tidak berusaha untuk bermanfaat bagi orang lain. padahal agar bisa sampai pada keadaan seperti saat ini, dirinya sering sekali dibantu oleh orang lain. saatnya merubah mindset diri dan merubah keegoisan dalam diri. berusaha untuk membalas dan bermanfaat bagi orang lain. itulah niatnya kini. bukan lagi berambisi untuk menjadi lebih daripada orang lain, tapi untuk bisa bermanfaat lebih daripada orang lain.

-Khoirunnas anfa'uhum linnas-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar